Contact info

Selasa, 09 Juni 2015

HAK MERK & HAK CIPTA



HAK MEREK 
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Jenis-jenis Merek
1.    Merek Dagang
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
2.    Merek Jasa
Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
3.    Merek Kolektif
Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan Merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat;
b. bahwa untuk hal tersebut di atas diperlukan pengaturan yang memadai tentang Merek guna memberikanpeningkatan layanan bagi masyarakat;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a dan huruf b, serta memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang Merek yang ada, dipandang perlu untuk mengganti Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);

LATAR BELAKANG UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN
Sasaran pokok yang hendak dicapai dalam pembangunan jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan antara pertanian dan industri serta perubahan-perubahan fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian akan merupakan bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang punggung ekonomi. Disamping itu pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga di satu pihak pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi, melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin.
Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi tersebut, maka pembangunan industri memiliki peranan yang sangat penting. Dengan arah dan sasaran tersebut, pembangunan industri bukan saja berarti harus semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat sehingga mampu mempercepat terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang, tetapi pelaksanaannya harus pula makin mampu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan rangkaian proses produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor hasil-hasil industri itu sendiri. Untuk mewujudkan sasaran tersebut, diperlukan perangkat hukum yang secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan industri. Dalam rangka kebutuhan inilah Undang-Undang tentang Perindustrian ini disusun.Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim usaha industri secara sehat dan mantap. Dalam hubungan ini, bidang usaha industri yang besar dan kuat membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat. Dengan iklim usaha industri yang sehat seperti itu, diharapkan industri akan dapat memberikan rangsangan yang besar dalam menciptakan lapangan kerja yang luas.

UNDANG-UNDANG NOMOR 5/1984
Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1984
TENTANG
PERINDUSTRIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang
merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila, serta bahwa hakikat Pembangunan Nasional adalah
Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya, maka landasan pelaksanaan Pembangunan Nasional
adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa arah pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional adalah
tercapainya struktur ekonomi yang seimbang yang di dalamnya terdapat kemampuan dan kekuatan
industri yang maju yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang tangguh, serta
merupakan pangkal tolak bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya
sendiri;
c. bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional, industri
memegang peranan yang menentukan dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara seimbang
dan terpadu dengan meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif serta mendayagunakan secara
optimal seluruh sumber daya alam, manusia, dan dana yang tersedia;
d. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan untuk memberikan dasar yang kokoh bagi pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan industri secara mantap dan berkesinambungan serta belum adanya
perangkat hukum yang secara menyeluruh mampu melandasinya, perlu dibentuk Undang-Undang
tentang Perindustrian.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 109,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2048);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun
1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2832);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor
1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan
Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3234).
Dengan persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERINDUSTRIAN

Konvensi-Konvensi Internasional Mengenai Hak Cipta

Hasil karya dari seorang pencipta tentunya akan terlihat berharga jika telah memiliki hak cipta. Pemberian hak tersebut terkadang tidaklah cukup bahkan terasa kurang membawa manfaat bagi para pencipta. Hal tersebut dikarenakan masih banyak saja para pemalsu yang menjiplak hasil karya seorang pencipta walaupun hak cipta telah ada ditangannya. Perlindungan terhadap karya cipta sangat dibutuhkan kehadirannya, sehingga kepastian hukum yang diharapkan itu benar-benar diperoleh. Perlindungan hak cipta secara domestik saja dinilai kurang, oleh karena itu dibuatlah perlindungan hak cipta secara internasional. Perlindungan hak cipta secara internasional terdiri dari 2 konvensi yaitu Berner Convention dan UCC (Universal Copyright Convention).

1.      Berner Convention
Konvensi Bern (Konvensi Berner), merupakan suatu persetujuan internasional mengenai hak cipta yaitu mengenai karya-karya literatur (karya tulis) dan artistik. Konvensi ini ditandatangani di Bern pada tanggal 9 September 1986 dan telah mengalami beberapa perubahan. Revisi yang pertama dilakukan di Paris pada tanggal 4 Mei 1896, kemudian dilakukan revisi kembali di Berlin pada tanggal 13 November 1908. Penyempurnaan terus dilakukan tepatnya pada tanggal 24 Maret 1914 di Bern, kemudian direvisi di Roma tanggal 2 juni 1928, di Brussels pada tanggal 26 Juni 1948, di Stockholm pada tanggal 14 Juni 1967 dan yang paling terakhir di Paris pada tanggal 24 Juni 1971. Rumusan hak cipta menutut konvensi Bern adalah sama seperti apa yang dirumuskan oleh Auteurswet 1912.
Konvensi Paris pada tahun 1883 merupakan suatu konvensi yang menginspirasi lahirnya Konvensi Bern. Konvensi Bern membentuk suatu badan yang tidak jauh berbeda dengan Konvensi Paris. Pembentukan badan tersebut bertujuan untuk mengurusi tugas administratif. Pada tahun 1893, kedua badan dari masing-masing konvensi tersebut bergabung menjadi satu. Penggabungan badan tersebut dikenal dengan Biro Internasional Bersatu untuk Perlindungan Kekayaan Intelektual (dikenal dengan singkatan bahasa Perancisnya, BIRPI), di Bern. Pada tahun 1960, BIRPI dipindah dari Bern ke Jenewa agar lebih dekat ke PBB dan organisasi-organisasi internasional lain di kota tersebut, dan pada tahun 1967 BIRPI menjadi WIPO, Organisasi Kekayaan Intelektual Internasional, yang sejak 1974 merupakan organisasi di bawah PBB.
Perlindungan hukum yang diberikan pada konvensi ini tentunya mengenai perlindungan hak cipta yang nantinya diberikan terhadap suatu karya cipta hasil kreasi para pencipta atau pemegang hak. Karya-karya yang dilindungi tersebut antara lain karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun. Perlindungan hukum akan diberikan kepada pencipta apabila pencipta tersebut merupakan warga negara yang tergabung dalam anggota dalam konvensi ini. Pencipta yang mendapatkan perlindungan akan memperoleh hak atas hasil karyanya.
Anggota konvensi ini yaitu berjumlah 160 Negara, angka tersebut diperoleh pada Januari 2006. Konvensi Bern mewajibkan negara-negara yang menjadi anggotanya untuk melindungi hak cipta dari karya-karya para pencipta dari negara-negara lain yang ikut tergabung juga dalam kovensi ini. Negara yang melindungi para pencipta tersebut menganggap mereka adalah warga negaranya sendiri. Misalnya saja, undang-undang hak cipta Perancis berlaku untuk segala sesuatu yang diterbitkan atau dipertunjukkan di Perancis, tak peduli di mana benda atau barang itu pertama kali diciptakan. Anggota-anggota yang tergabung di dalam konvensi bern dikenal sebagai Uni Bern.
Pengecualian diberikan kepada negara berkembang (reserve). Reserve ini hanya berlaku terhadap negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protokol yang bersangkutan. Negara yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini dapat melakukannya demi kepentingan ekonomi, sosial, atau kultural.
Keikutsertaan suatu negara sebagai anggota Konvensi Bern memuat tiga prinsip dasar, yang menimbulkan kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam perundang-undangan nasionalnya di bidang hak cipta, yaitu:
a.       Prinsip national treatment; ciptaan yang berasal dari salah satu negara peserta perjanjian harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diperoleh ciptaan seorang pencipta warga negara sendiri
b.      Prinsip automatic protection; pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memenuhi syarat apapun (no conditional upon compliance with any formality)
c.       Prinsip independence of protection; bentuk perlindungan hukum hak cipta diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan perlindungan hukum Negara asal pencipta

2.      UCC (Universal Copyright Convention)
Konvensi Hak Cipta Universal (atau Universal Copyright Convention), disepakati di Jenewa pada 1952. UCC merupakan salah satu dari dua konvensi internasional utama melindungi hak cipta. Konvensi lain yang dimaksud adalah Konvensi Bern. UCC dikembangkan oleh United Nations Educational (Ilmu Pengetahuan dan Budaya) sebagai alternatif dari Konvensi Bern. Konvensi ini disepakati agar negara-negara yang tidak setuju dengan aspek-aspek dari Konvensi Bern, tapi masih ingin berpartisipasi dalam beberapa bentuk perlindungan hak cipta multilateral.
Konvensi Hak cipta Universal merupakan Hasil kerja PBB melalui sponsor UNESCO. Tujuan adanya konvensi ini yaitu untuk menjembatani dua kelompok masyarakat internasional: civil law system (anggota konvensi Bern) dan common law system (anggota konvensi hak cipta regional di negara-negara Amerika Latin dan Amerika Serikat).
Konvensi ini kemudian berkembang dan ditindaklanjuti dengan 12 ratifikasi pada tanggal 16 September 1955. Konvensi ini melindungi karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Hal ini berarti bahwa secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai.
Dalam hal ini kepentingan negara-negara berkembang di perhatikan dengan memberikan batasan-batasan tertentu terhadap hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan diupayakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan.

Perbandingan antara kedua konvesi internacional tersebut, yaitu kalau konvensi bern menganut dasar falsafah Eropa yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah dari pada si pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak monopoli. Sedangkan Universal Copyright Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah Eropa dan Amerika, yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan pula untuk memperhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap hak cipta ditimbulkan oleh karena adanya ketentuan yang memberikan hak seperti itu kepada pencipta. Oleh karena itu, ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.




0 komentar:

Posting Komentar