Contact info

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 19 Januari 2014

Kisah Tentara Jepang Hidup di Hutan Selama 30 Tahun



Dia baru mau keluar setelah didatangi mantan komandannya




Pernah menonton film Rambo? Di film itu, diceritakan perjuangan seorang tentara Amerika Serikat yang hidup selama bertahun-tahun di dalam hutan. Tapi, itu hanya film.

Asal Anda tahu, kisah itu ternyata terjadi di dunia nyata. Tetapi ini tidak menimpa tentara AS, tetapi Jepang.

Melansir
Sky News, Minggu 19 Januari 2014, seorang tentara asal Jepang yang bertugas pada Perang Dunia II terus bersembunyi di dalam hutan Filipina selama lebih dari 30 tahun. Dia menolak untuk keluar dari hutan karena tidak percaya Perang Dunia II telah usai.

Tentara bernama Hiroo Onoda itu baru mau keluar dari hutan di Filipina yang dihuninya sejak tahun 1944 itu, setelah mantan komandannya datang dan menjelaskan bahwa Perang Dunia II sudah berakhir.

Onoda merupakan seorang perwira tentara yang bertugas mencari informasi dan dilatih untuk melakukan perang gerilya. Onoda dikirim oleh Jepang ke Pulau Lubang di Filipina pada tahun 1944 lalu. 



Oleh komandannya, Onoda diperintahkan untuk tidak pernah menyerah, rela bunuh diri untuk menyelamatkan informasi, dan harus terus bertahan di dalam hutan sampai bala bantuan datang.

Onoda bersama tiga temannnya terus mematuhi perintah tersebut, walau Jepang telah dipukuk mundur pada Perang Dunia II di tahun 1945.

Diketahuinya keberadaan Onoda terjadi pada tahun 1972. Dia bersama dua temannya terlibat insiden tembak-menembak dengan tentara Filipina. Dua temannya tewas dan Onoda berhasil melarikan diri.

Insiden itu mengejutkan Jepang. Sontak pemerintah Jepang mengirim perwakilannya ke Filipina untuk menjemput Onoda untuk pulang ke Jepang, dan menjelaskan padanya bahwa Perang Dunia II telah usai.
Tidak Sia-sia
Dalam pernyataan persnya setelah kembali ke Jepang, Onoda mengatakan bahwa tindakannya hidup selama 30 tahun di hutan bukan tindakan yang membuang-buang waktu.

 

China Tawarkan Biaya Kuliah Teknik Murah




Cina yang terkenal dengan Kemajuan Perekonomian yang sangat pesat  kini memberi bantuan kepada Calon Mahasiswa Indonesia yang ingin Kuliah di Negeri Cina dengan biaya kuliah Teknik yang murah di banding di Negara-negara lain.
Pemimpin Universitas teknik terkemuka di Shandong, China, secara khusus datang ke Indonesia, menawarkan calon mahasiswa di Indonesia untuk kuliah bidang teknik dengan biaya murah dibandingkan negara lain.

Direktur Beijing Language Culture Institute (BLCI) Samuel Wiyono melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu, mengatakan Wakil Rektor Shandong University Science Technology (SDUST) dan dua dekan dari perguruan tinggi itu serta Wakil Direktur International Office Fan Zhijiang, datang ke tempatnya untuk memperluas kerja sama di bidang pendidikan.

"Kedatangan delegasi itu dimanfaatkan calon mahasiswa dan orang tua siswa untuk bertanya langsung, antara lain tentang rendahnya biaya kuliah di kampus SDUST dibandingkan di negara lain," kata Samuel.

Ia mencontohkan uang kuliah gelar S1 dengan pengantar Bahasa Inggris hanya RMB 18.000/tahun atau berkisar Rp36 juta dengan kurs sekitar Rp 2.000-an/RMB.

Menurut Wakil Rektor SDUST Prof Wang Zhigang biaya kuliah yang rendah dengan kualitas terbaik di kampus tersebut karena pemerintah China memberikan bantuan dana untuk melengkapi fasilitas pendidikan teknik yang canggih.

SDUST  merupakan universitas pemerintah yang terletak di kota Qingdao, Provinsi Shandong, China. Universitas itu menawarkan program S1 bidang studi teknik kimia, teknik mekatronika dan teknik pertambangan dengan pengantar Bahasa Inggris. Namun terbuka juga kesempatan bagi mahasiswa asing untuk belajar Bahasa Mandarin.

Selain itu mahasiswa mendapatkan kesempatan magang di perusahaan terkemuka di China, seperti. Haier (peralatan elektronik), Hisense (telekomunikasi dan multimedia), Liuhe (makanan ternak), Sinopec Chemical (perusahaan minyak dan kimia) dan lain-lain.

Saat ini belum banyak mahasiswa dari Indonesia belajar di kampus tersebut. "Mereka yang kuliah diantar dan didampingi staff BLCI hingga sampai di kampus Qingdao. Besarnya perhatian BLCI terhadap mahasiswa dari Indonesia, membuat kami juga lebih memberikan perhatikan khusus kepada mereka," kata Wakil Direktur Internasional Office, Fan Zhijian.

BLCI sendiri merupakan perwakilan lebih dari 100 universitas di China. Institusi tersebut membantu calon mahasiswa Indonesia yang ingin menuntut ilmu di China agar mendapatkan pendidikan berkualitas dengan biaya hemat, baik diploma, S1 maupun S2.





Sabtu, 18 Januari 2014

Film Soal G30S Indonesia Masuk Nominasi Oscar






Mengisahkan pembantaian 1965.
Joshua Oppenheimer, sutradara campuran Amerika-Inggris punya pandangan berbeda soal pembantaian 1965 di Indonesia. Ia mengangkat secuil fakta tentang peristiwa yang dikenal sebagai tragedi G30S itu. Film dokumenter dibuatnya untuk University of Westminster.
Karyanya berbeda 180 derajat dengan film doktrinasi versi pemerintah yang dulu selalu diputar setiap 30 September. Ia tak menampilkan kekejian Partai Komunis Indonesia yang disebut-sebut membunuh tujuh jenderal dan merencanakan kudeta negara.
Joshua memilih sudut pandang dari para korban.
Data-data dikumpulkan sejak 2005 hingga 2011. Joshua kemudian mengisahkan peristiwa pelanggar hak asasi manusia itu lewat sosok Anwar Kongo, seorang pemimpin gerakan pembunuh terkuat di Medan, Sumatera Utara. Dulu, Anwar seorang calo tiket.
Bersama kamera Joshua, ia mengingat kekelaman 1965. Lokasi pembantaian didatangi Anwar bersama Joshua. Cara-cara kejam yang dilakukan untuk membunuh, pun dipraktikkan.
Tak hanya satu atau dua, korbannya mencapai ribuan. Mereka para warga tak berdosa yang dicap hina hanya karena berkerabat dengan seorang PKI, ancaman bangsa.
Ironisnya, setelah itu Anwar dan kawan-kawannya justru dianggap pahlawan. Mereka dielu-elukan karena telah “menyelamatkan” bangsa dari bahaya laten PKI. Kini, Anwar sendiri menjadi bagian dari organisasi Pemuda Pancasila. Saat pertama diminta Joshua, Anwar antusias.
Mengutip Democracy Now, ia bangga akan dedikasinya terhadap negara dan bisa membunuh tanpa hukuman. Namun saat kamera mulai merekam dan ia merekonstruksi adegan pembunuhan, Anwar mulai gelisah dan menyesal soal masa lalunya sebagai “tukang jagal”.
Ia bahkan sempat tak sanggup melanjutkan “akting”-nya dalam film itu karena bisa merasakan apa yang korbannya rasakan. Takut, ngeri, sampai akhirnya pasrah tahu akan dibunuh.


Film dokumenter itu dirilis Joshua tahun 2012, dengan judul The Act of Killing alias Jagal dalam bahasa Indonesia. Skandal pembunuhan terbesar di Indonesia itu mengejutkan banyak pihak.
The Act of Killing mendapat sanjungan di mana-mana. Selain membongkar skandal negara, ceritanya juga begitu kuat.

Kini, The Act of Killing makin tersohor. Ia baru saja diumumkan menjadi salah satu nominator penghargaan paling bergengsi di bidang film: Oscar.
Mengutip situs resmi Oscar, film itu masuk kategori Documentary Feature bersama Cutie and the Boxer, Dirty Wars, The Square, dan 20 Feet from Stardom. Pemenang Oscar ke-86 itu sendiri akan diumumkan pada 2 Maret 2014.






 

Terjawab, Misteri Formasi 'V' pada Migrasi Burung



Konon, formasi itu sangat optimal secara aerodinamis.
Peneliti Royal Veterinary College, Inggris, berhasil menguak misteri mengapa gerombolan burung biasanya terbang dengan membentuk formasi 'V'.

Studi baru itu menunjukkan bahwa formasi itu membantu penghematan energi burung, dilansir
Sydney Morning Herald, Jumat 17 Januari 2014.

Hal itu terkuak setelah peneliti menganalisis migrasi 14 burung ibis dari Austria ke Tuscany, yang jarak tempuhnya mencapai sekitar 1.000 kilometer.

Dalam laporannya, peneliti mengatakan, formasi V itu sangat optimal secara aerodinamis. Bentuk ini menguntungkan sekawanan burung, mengurangi tekanan udara yang dipecah oleh pemimpin burung yang berada di lini terdepan.

 

Pemimpin burung memang harus berkorban demi yang lainnya. Untuk itu, kata peneliti, terdapat pergantian pemimpin secara teratur.
"Selama bertahun-tahun, kami sudah bertanya apakah burung yang mengepakkan sayapnya bisa menghemat energi," ujar Geoffrey Spedding, Direktur Kedirgantaraan dan Departemen Teknik Mesin Universitas Southern California, yang tidak ikut dalam studi.
"Studi ini menjawab pertanyaan, dan jawabannya adalah ya," ujar dia.
Pimpinan studi, Jim Usherwood membeberkan tantangan utama selama studi. Peneliti harus mempersiapkan studi selama kurang lebih tiga tahun, yakni sejak burung itu menetas di Kebun Binatang Wina, Maret 2011. Kemudian peneliti memantau pertumbuhan burung sampai kemudian mereka migrasi ke daerah tertentu.
Peneliti juga menyertakan burung ibis muda dalam uji coba penerbangan pesawat ringan yang dilengkapi parasut. Sampai kemudian saat burung ini migrasi, pesawat berparasut itu kemudian mengikuti burung.

 
Dari analisis 24.000 kepakan sayap burung menunjukkan rata-rata burung menyesuaikan posisi mereka untuk mengoptimalisasi putaran. Burung kemudian kembali menyesuaikan tahapan mereka saat mengubah formasi 'V'.
Sayangnya, peneliti tak mengurai berapa energi yang bisa tersimpan dengan formasi itu. Peneliti hanya menjelaskan, formasi itu mampu memberikan keuntungan kecil selama perjalanan migrasi yang panjang.
Usherwood juga menjelaskan, bagaimana burung bisa terbang dengan formasi 'V' yang tepat dan rapi. Menurutnya, burung memiliki semacam aturan praktis atau sensor agar mereka menyesuaikan dengan formasi.
Studi juga mengatakan, para ahli mengatakan formasi 'V' juga berlaku pada bebek dan burung undan.
Studi ini telah dipublikasikan pada Jurnal Nature.(eh)