Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama,
kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur
tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan
barang atau jasa.
Hak atas merek adalah hak eksklusif
yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar
umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek atau
memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Jenis-jenis Merek
1. Merek
Dagang
Merek dagang adalah merek yang
digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis
lainnya.
2. Merek Jasa
Merek jasa adalah merek yang
digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis
lainnya.
3. Merek
Kolektif
Merek kolektif adalah merek yang
digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang
diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk
membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
:
a.
bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi
internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan Merek menjadi sangat
penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat;
b.
bahwa untuk hal tersebut di atas diperlukan pengaturan yang memadai tentang
Merek guna memberikanpeningkatan layanan bagi masyarakat;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a dan huruf b, serta
memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang Merek yang ada,
dipandang perlu untuk mengganti Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek;
Mengingat
:
1.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the
World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan
Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);
LATAR
BELAKANG UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN
Sasaran
pokok yang hendak dicapai dalam pembangunan jangka panjang adalah tercapainya
keseimbangan antara pertanian dan industri serta perubahan-perubahan
fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang
berasal dari luar pertanian akan merupakan bagian yang semakin besar dan
industri menjadi tulang punggung ekonomi. Disamping itu pelaksanaan pembangunan
sekaligus harus menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat
sesuai dengan rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga
di satu pihak pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan
produksi, melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang
kaya dan yang miskin.
Dengan
memperhatikan sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi tersebut,
maka pembangunan industri memiliki peranan yang sangat penting. Dengan arah dan
sasaran tersebut, pembangunan industri bukan saja berarti harus semakin
ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat sehingga mampu mempercepat
terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang, tetapi pelaksanaannya harus
pula makin mampu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan rangkaian proses
produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga mengurangi
ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor hasil-hasil industri itu
sendiri. Untuk mewujudkan sasaran tersebut, diperlukan perangkat hukum yang
secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan industri. Dalam
rangka kebutuhan inilah Undang-Undang tentang Perindustrian ini
disusun.Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim usaha industri secara
sehat dan mantap. Dalam hubungan ini, bidang usaha industri yang besar dan kuat
membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar dapat tumbuh dan berkembang
menjadi kuat. Dengan iklim usaha industri yang sehat seperti itu, diharapkan
industri akan dapat memberikan rangsangan yang besar dalam menciptakan lapangan
kerja yang luas.
UNDANG-UNDANG
NOMOR 5/1984
Menurut UU No. 5
Tahun 1984 tentang Perindustrian industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah
bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi
barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan
rancang bangun dan perekayasaan industri.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1984
TENTANG
PERINDUSTRIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa tujuan
pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur
yang
merata materiil
dan spiritual berdasarkan Pancasila, serta bahwa hakikat Pembangunan Nasional
adalah
Pembangunan
Manusia Indonesia seutuhnya, maka landasan pelaksanaan Pembangunan Nasional
adalah Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa arah
pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional adalah
tercapainya
struktur ekonomi yang seimbang yang di dalamnya terdapat kemampuan dan kekuatan
industri yang maju
yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang tangguh, serta
merupakan pangkal
tolak bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya
sendiri;
c. bahwa untuk
mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional,
industri
memegang peranan
yang menentukan dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara seimbang
dan terpadu dengan
meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif serta mendayagunakan secara
optimal seluruh
sumber daya alam, manusia, dan dana yang tersedia;
d. bahwa
berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan untuk memberikan dasar yang kokoh bagi
pengaturan,
pembinaan, dan
pengembangan industri secara mantap dan berkesinambungan serta belum adanya
perangkat hukum
yang secara menyeluruh mampu melandasinya, perlu dibentuk Undang-Undang
tentang Perindustrian.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat
(1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar
1945;
2. Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 109,
Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2048);
3. Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun
1967 Nomor 23,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2832);
4. Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor
1, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2918);
5. Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor
38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
6. Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran
Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
7. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan
Negara Republik
Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3234).
Dengan
persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG
TENTANG PERINDUSTRIAN
Konvensi-Konvensi
Internasional Mengenai Hak Cipta
Hasil karya dari seorang pencipta tentunya akan terlihat
berharga jika telah memiliki hak cipta. Pemberian hak tersebut terkadang
tidaklah cukup bahkan terasa kurang membawa manfaat bagi para pencipta. Hal
tersebut dikarenakan masih banyak saja para pemalsu yang menjiplak hasil karya
seorang pencipta walaupun hak cipta telah ada ditangannya. Perlindungan
terhadap karya cipta sangat dibutuhkan kehadirannya, sehingga kepastian hukum
yang diharapkan itu benar-benar diperoleh. Perlindungan
hak cipta secara domestik saja dinilai kurang, oleh karena itu dibuatlah
perlindungan hak cipta secara internasional. Perlindungan hak cipta secara internasional terdiri dari 2
konvensi yaitu Berner Convention dan UCC (Universal Copyright
Convention).
1. Berner Convention
Konvensi Bern (Konvensi Berner),
merupakan suatu persetujuan internasional mengenai hak cipta yaitu mengenai
karya-karya literatur (karya tulis) dan artistik. Konvensi ini ditandatangani
di Bern pada tanggal 9 September 1986 dan telah mengalami beberapa perubahan.
Revisi yang pertama dilakukan di Paris pada tanggal 4 Mei 1896, kemudian
dilakukan revisi kembali di Berlin pada tanggal 13 November 1908. Penyempurnaan
terus dilakukan tepatnya pada tanggal 24 Maret 1914 di Bern, kemudian direvisi
di Roma tanggal 2 juni 1928, di Brussels pada tanggal 26 Juni 1948, di
Stockholm pada tanggal 14 Juni 1967 dan yang paling terakhir di Paris pada
tanggal 24 Juni 1971. Rumusan hak cipta menutut konvensi Bern adalah sama
seperti apa yang dirumuskan oleh Auteurswet 1912.
Konvensi Paris pada tahun 1883
merupakan suatu konvensi yang menginspirasi lahirnya Konvensi Bern. Konvensi
Bern membentuk suatu badan yang tidak jauh berbeda dengan Konvensi Paris.
Pembentukan badan tersebut bertujuan untuk mengurusi tugas administratif. Pada tahun 1893, kedua badan dari
masing-masing konvensi tersebut bergabung menjadi satu. Penggabungan badan
tersebut dikenal dengan Biro Internasional Bersatu untuk Perlindungan Kekayaan
Intelektual (dikenal dengan singkatan bahasa Perancisnya, BIRPI), di Bern. Pada tahun
1960, BIRPI dipindah dari Bern ke Jenewa agar lebih dekat ke PBB dan
organisasi-organisasi internasional lain di kota tersebut, dan pada tahun 1967
BIRPI menjadi WIPO, Organisasi Kekayaan Intelektual Internasional, yang sejak
1974 merupakan organisasi di bawah PBB.
Perlindungan hukum yang diberikan pada
konvensi ini tentunya mengenai perlindungan hak cipta yang nantinya diberikan
terhadap suatu karya cipta hasil kreasi para pencipta atau pemegang hak.
Karya-karya yang dilindungi tersebut antara lain karya-karya sastra dan seni
yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau
bentuk pengutaraan apapun. Perlindungan hukum akan diberikan kepada pencipta
apabila pencipta tersebut merupakan warga negara yang tergabung dalam anggota
dalam konvensi ini. Pencipta yang mendapatkan perlindungan akan memperoleh hak
atas hasil karyanya.
Anggota konvensi ini yaitu berjumlah
160 Negara, angka tersebut diperoleh pada Januari 2006. Konvensi Bern
mewajibkan negara-negara yang menjadi anggotanya untuk melindungi hak cipta
dari karya-karya para pencipta dari negara-negara lain yang ikut tergabung juga
dalam kovensi ini. Negara yang melindungi para pencipta tersebut menganggap
mereka adalah warga negaranya sendiri. Misalnya saja, undang-undang hak cipta
Perancis berlaku untuk segala sesuatu yang diterbitkan atau dipertunjukkan di
Perancis, tak peduli di mana benda atau barang itu pertama kali diciptakan. Anggota-anggota yang tergabung di
dalam konvensi bern dikenal sebagai Uni Bern.
Pengecualian diberikan kepada negara
berkembang (reserve). Reserve ini hanya berlaku terhadap
negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protokol yang bersangkutan. Negara
yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini dapat melakukannya demi
kepentingan ekonomi, sosial, atau kultural.
Keikutsertaan suatu negara sebagai
anggota Konvensi Bern memuat tiga prinsip dasar, yang menimbulkan kewajiban
negara peserta untuk menerapkan dalam perundang-undangan nasionalnya di bidang
hak cipta, yaitu:
a.
Prinsip national treatment; ciptaan yang berasal dari salah satu negara
peserta perjanjian harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama
seperti diperoleh ciptaan seorang pencipta warga negara sendiri
b. Prinsip automatic
protection; pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung
tanpa harus memenuhi syarat apapun (no conditional upon compliance with any
formality)
c. Prinsip independence
of protection; bentuk perlindungan hukum hak cipta diberikan tanpa harus
bergantung kepada pengaturan perlindungan hukum Negara asal pencipta
2. UCC (Universal Copyright
Convention)
Konvensi Hak Cipta Universal (atau Universal
Copyright Convention), disepakati di Jenewa pada 1952. UCC merupakan salah
satu dari dua konvensi internasional utama melindungi hak cipta. Konvensi lain
yang dimaksud adalah Konvensi Bern. UCC dikembangkan oleh United Nations
Educational (Ilmu Pengetahuan dan Budaya) sebagai alternatif dari Konvensi
Bern. Konvensi ini disepakati agar negara-negara yang tidak setuju dengan
aspek-aspek dari Konvensi Bern, tapi masih ingin berpartisipasi dalam beberapa
bentuk perlindungan hak cipta multilateral.
Konvensi Hak cipta Universal merupakan
Hasil kerja PBB melalui sponsor UNESCO. Tujuan adanya konvensi ini yaitu untuk
menjembatani dua kelompok masyarakat internasional: civil law system
(anggota konvensi Bern) dan common law system (anggota konvensi hak cipta
regional di negara-negara Amerika Latin dan Amerika Serikat).
Konvensi ini kemudian berkembang dan
ditindaklanjuti dengan 12 ratifikasi pada tanggal 16 September 1955. Konvensi
ini melindungi karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang
pelarian. Hal ini berarti bahwa secara internasional hak cipta terhadap
orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian,
perlu dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta
tercapai.
Dalam hal ini kepentingan negara-negara
berkembang di perhatikan dengan memberikan batasan-batasan tertentu terhadap
hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan diupayakan untuk kepentingan
pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan.
Perbandingan antara kedua konvesi
internacional tersebut, yaitu kalau konvensi bern menganut dasar falsafah Eropa
yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah dari pada si pencipta pribadi,
sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak monopoli. Sedangkan
Universal Copyright Convention mencoba untuk mempertemukan antara
falsafah Eropa dan Amerika, yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada
si pencipta diupayakan pula untuk memperhatikan kepentingan umum. Universal
Copyright Convention mengganggap hak cipta ditimbulkan oleh karena adanya
ketentuan yang memberikan hak seperti itu kepada pencipta. Oleh karena itu,
ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh
peraturan yang melahirkan hak tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar